RON, atau research octane number, adalah indikator kualitas BBM. Semakin tinggi RON, semakin baik kualitas BBM untuk kendaraan bermotor. Namun, dalam praktik korupsi ini, PT Pertamina Patra Niaga diduga sengaja mengimpor BBM RON 90, kemudian memanipulasinya menjadi RON 92, dan dijual dengan harga lebih tinggi kepada masyarakat.
Menurut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), BBM RON 90 yang seharusnya dijual dengan harga lebih murah, dicampur melalui proses blending di stroge atau depo. “Kemudian dilakukan blending di-stroge atau depo untuk selanjutnya dijadikan RON 92 yang hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujarnya di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).
Qohar menambahkan bahwa pembelian ini dilakukan oleh tersangka Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, yang seharusnya membeli BBM RON 92, tetapi hanya mengimpor RON 90 dengan harga lebih murah. "Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembayaran untuk BBM RON 92, padahal yang dibeli hanyalah RON 90 atau lebih rendah," jelasnya.
Dalam kasus ini, tujuh tersangka telah ditetapkan, termasuk Riva Siahaan (RS), Sani Dinar Saifuddin (SDS) dari PT Kilang Pertamina International, dan Yoki Firnandi (YF) dari PT Pertamina Shipping. Selain itu, turut dijerat Agus Purwono (AP), vice president Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, serta sejumlah pelaku dari pihak swasta, seperti Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), Dimas Werhaspati (DW), dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
MKAR, putra dari raja minyak Mohammad Riza Chalid, diduga memiliki peran penting dalam memuluskan praktik ini. Para tersangka kini harus menghadapi proses hukum atas tindakan yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.