Waktu adalah salah satu nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah, tetapi sering kali kita abaikan. Dalam Islam, kita diajarkan untuk memanfaatkan hidup ini dengan iman, amal saleh, serta saling menasihati dalam hal kebaikan dan kesabaran agar kehidupan kita diberkahi.
Keutamaan Waktu
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan dalam Surah Al-‘Ashr tentang betapa pentingnya waktu dan bagaimana manusia akan rugi jika tidak menggunakannya untuk kebaikan. Ini menunjukkan bahwa kehidupan kita seharusnya diisi dengan keimanan, perbuatan baik, dan saling menasihati dalam kebenaran serta kesabaran.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ .إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Ayat ini menegaskan kembali urgensi waktu dan bagaimana manusia akan mengalami kerugian jika tidak memanfaatkannya untuk beriman, beramal saleh, serta saling memberi nasihat dalam hal kebaikan dan kesabaran.
Selain itu, para ulama juga banyak menekankan pentingnya waktu. Ibnul Qayyim, salah satu ulama besar, menyatakan bahwa sesungguhnya umur manusia adalah waktu yang ia habiskan dalam ketaatan kepada Allah. Mari kita perhatikan lebih dalam penjelasan tersebut.
Hakikat Kehidupan dan Umur yang Berkah
Menurut Ibnul Qayyim, kehidupan yang sejati adalah kehidupan hati yang selalu dekat dengan Allah. Waktu yang dihabiskan dalam ketakwaan dan kebaikan menjadi esensi dari umur seseorang. Bukan hanya memperpanjang umur, kebaikan juga membawa keberkahan dalam hidup.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
فَالْحَيَاةُ فِي الْحَقِيقَةِ حَيَاةُ الْقَلْبِ، وَعُمُرُ الْإِنْسَانِ مُدَّةُ حَيَّاتِهِ فَلَيْسَ عُمُرُهُ إِلَّا أَوْقَاتَ حَيَاتِهِ بِاللَّهِ، فَتِلْكَ سَاعَاتُ عُمُرِهِ، فَالْبِرُّ وَالتَّقْوَى وَالطَّاعَةُ تَزِيدُ فِي هَذِهِ الْأَوْقَاتِ الَّتِي هِيَ حَقِيقَةُ عُمُرِهِ، وَلَا عُمُرَ لَهُ سِوَاهَا
"Hakikat kehidupan yang sejati adalah kehidupan hati. Umur manusia pada dasarnya adalah masa hidup hatinya yang dekat dengan Allah. Tidak ada umur yang lebih bernilai kecuali saat-saat di mana seseorang hidup bersama Allah. Itulah detik-detik dari kehidupan yang sebenarnya. Kebaikan, ketakwaan, dan ketaatan menambah waktu-waktu ini, yang merupakan hakikat dari umur seseorang. Di luar itu, ia tidak memiliki umur selain waktu-waktu tersebut."
وَسِرُّ الْمَسْأَلَةِ أَنَّ عُمُرَ الْإِنْسَانِ مُدَّةُ حَيَّاتِهِ وَلَا حَيَاةَ لَهُ إِلَّا بِإِقْبَالِهِ عَلَى رَبِّهِ، وَالتَّنَعُّمِ بِحُبِّهِ وَذِكْرِهِ، وَإِيثَارِ مَرْضَاتِهِ
"Inti dari persoalan ini adalah bahwa umur manusia sejatinya adalah masa hidupnya yang dihabiskan dengan mendekat kepada Tuhannya, menikmati cinta serta zikir kepada-Nya, dan mengutamakan keridaan-Nya di atas segalanya." (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa‘, hlm. 87-88)
Selain memahami apa itu hakikat umur, kita juga dianjurkan untuk senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan umur yang panjang dan penuh berkah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan memberikan contoh doa yang bisa kita amalkan untuk memohon hal tersebut.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mendoakan keberkahan baik dalam harta maupun umur, seperti yang beliau lakukan pada Anas bin Malik. Doa ini menjadi petunjuk bagi kita bahwa memohon panjang umur adalah sunnah, asalkan dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik.
Diriwayatkan dari Imam Al Bukhari, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke rumah Ummu Sulaim (ibunya Anas). Saat itu, Ummu Sulaim menyampaikan bahwa Anas siap menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Nabi pun mendoakan Anas untuk kebaikan akhirat dan duniawinya. Salah satu do’a beliau untuk Anas adalah,
اللَّهُمَّ ارْزُقْهُ مَالًا، وَوَلَدًا، وَبَارِكْ لَهُ
“Ya Allah, tambahkanlah rizki padanya berupa harta dan anak serta berkahilah dia dengan nikmat tersebut.” (HR. Bukhari no. 1982 dan Muslim no. 660)
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mendoakan Anas dengan doa,
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang Engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480)
Dari doa tersebut, kita bisa memahami bahwa dibolehkan meminta kepada Allah agar diberi banyak harta, banyak anak, serta keberkahan di dalamnya. Dalam hal ini, dianjurkan untuk berdoa mengenai hal-hal duniawi, namun disertai permintaan keberkahan. Keberkahan sendiri bermakna bertambahnya kebaikan dan kebaikan tersebut tetap ada. Harta dan anak akan menjadi bermanfaat jika dimanfaatkan untuk kebaikan.
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
“Hadits ini menunjukkan kebolehan berdoa meminta banyak harta dan anak kepada Allah. Dan ini sama sekali tidak menafikan kebaikan ukhrowi (akhirat).” (Fathul Bari, 4/229)
Adapun dalil yang menunjukkan boleh meminta umur panjang (asalkan digunakan untuk kebaikan) adalah hadits dari ‘Abdurrahman bin Abi Bakroh, dari ayahnya Abu Bakroh, di mana seseorang bertanya kepada Rasulullah,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
“Wahai Rasulullah, siapa manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Yang panjang umurnya namun baik amalnya.” “Lalu siapa manusia yang terburuk?”, tanya orang tersebut. Beliau menjawab, “Yang panjang umurnya namun buruk amalnya.” (HR. Tirmidzi no. 2330, hadits ini hasan shahih menurut beliau. Syaikh Al Albani juga menyatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).
Yang dimaksud dengan “baik amalnya” adalah amalan yang ikhlas dan mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Memohon kepada Allah agar diberi umur panjang yang penuh dengan keberkahan adalah sunnah. Salah satu doa yang bisa diamalkan adalah:
اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي وَأطِلْ حَيَاتِي عَلَى طَاعَتِكَ، وَأحْسِنْ عَمَلِي وَاغْفِرْ لِي
"Ya Allah, perbanyaklah hartaku dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau berikan kepadaku. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan kepada-Mu, perbaguslah amalku, dan ampunilah dosa-dosaku."
Namun, hanya dengan doa saja tidak cukup. Ada amalan-amalan yang perlu kita lakukan untuk menjaga keberkahan umur serta menghindari kerugian di dunia maupun akhirat.
Amalan Agar Umur Panjang dan Berkah
Pertama: Menjaga Ketaatan dan Menjauhi Maksiat
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa maksiat memiliki dampak negatif terhadap umur seseorang.
أَنَّ الْمَعَاصِيَ تُقَصِّرُ الْعُمُرَ وَتَمْحَقُ بَرَكَتَهُ وَلَا بُدَّ، فَإِنَّ الْبِرَّ كَمَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ، فَالْفُجُورُ يُقَصِّرُ الْعُمُرَ
"Maksiat dapat memperpendek umur dan menghilangkan keberkahannya. Sebaliknya, kebaikan justru akan menambah umur seseorang, sedangkan keburukan akan memperpendek umur." (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 87)
Kedua: Berbakti kepada Orang Tua
Berbakti kepada orang tua merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk mendapatkan keberkahan dalam hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda melalui Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin umurnya dipanjangkan dan rezekinya diluaskan, hendaklah ia berbakti kepada orang tuanya dan menjalin silaturahim dengan kerabatnya.” (HR. Ahmad, 3:229; 3:266. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dengan sanad yang hasan).
Ketiga: Menyambung Silaturahim
Menyambung tali silaturahim, terutama dengan keluarga yang terputus, adalah amalan penting yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahim.” (HR. Bukhari, no. 5985; Muslim, no. 2557).
Hadits ini menegaskan bahwa kebaikan sosial, khususnya terhadap kerabat, dapat membawa keberkahan dalam hidup, termasuk kelapangan rezeki dan panjang umur.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menambahkan,
مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ
“Barang siapa bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturahim, niscaya umurnya akan diperpanjang, hartanya dilimpahkan, dan ia akan dicintai oleh keluarganya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 58, hasan).