Sebagai negara kepulauan yang megah dengan keanekaragaman budaya, alam, dan etnis, Indonesia memiliki sejarah yang kaya. Salah satu aspek penting dari sejarah ini adalah asal-usul kata 'Indonesia'. Artikel ini mengeksplorasi jejak-jejak sejarah yang membuat nama Indonesia menjadi identitas negara yang sangat kita cintai saat ini.
Keragaman nama daerah
Sebelum menjelaskan etimologi kata 'Indonesia', penting untuk disadari bahwa wilayah yang sekarang kita sebut sebagai Indonesia adalah rumah bagi banyak kelompok etnis dan budaya yang berbeda. Sebelum penyatuan nasional, pulau-pulau ini terdiri dari berbagai kerajaan, sultan, dan wilayah dengan identitas masing-masing. Masing-masing wilayah ini memiliki nama lokal yang berbeda yang mengacu pada wilayah mereka.
Contoh yang paling terkenal adalah 'Jawa', salah satu pulau terbesar di Indonesia. Nama-nama seperti 'Sumatra', 'Kalimantan', 'Bali' dan 'Sulawesi' juga merujuk pada pulau-pulau tertentu di nusantara. Setiap pulau memiliki sejarah yang kaya, termasuk perkembangan bahasa, budaya, dan tradisinya masing-masing.
Nusantara
Nusantara adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Kawi, sebuah varian dari bahasa Jawa Kuno dengan pengaruh bahasa Sansekerta yang kuat. Kata ini terdiri dari dua bagian: 'nusa' yang berarti 'pulau' dan 'antara' yang berarti 'di luar'. Dalam konteks Indonesia, 'nusantara' secara khusus mengacu pada wilayah Indonesia. Istilah ini pertama kali digunakan dalam buku Negara Kertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang diadopsi oleh Kerajaan Majapahit, yang mencakup sebagian besar wilayah Asia Tenggara, terutama kepulauan.
Istilah Nusantara awalnya tidak berasal dari Gaja Mada, tetapi dari Raja Kultanegara dari Kerajaan Singhasari, seperti yang tercatat dalam prasasti Mula Malurung pada tahun 1255. Pada tahun 1275, Krutanegara menggunakan istilah "Cakravala Mandala Dvipantara" untuk mengekspresikan keinginannya untuk menyatukan pulau-pulau di Asia Tenggara di bawah kekuasaan Singhasari. Dalam bahasa Sansekerta, "Dvipantara" berarti "pulau-pulau di tengah" dan digunakan secara sinonim dengan "Nusantara".
Kultanegara merumuskan visinya tentang sebuah pemerintahan dan kerajaan maritim yang bersatu di Asia Tenggara sebagai bentuk pertahanan terhadap potensi ekspansi Dinasti Yuan yang dipimpin oleh bangsa Mongol dari Tiongkok.
Pada abad ke-20, istilah 'Nusantara' dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai nama alternatif untuk sebuah negara merdeka yang menandingi Hindia Belanda. Meskipun 'Indonesia' kemudian dipilih sebagai nama resmi Republik Indonesia, 'Nusantara' tetap menjadi sinonim untuk kepulauan Indonesia. Dalam konteks modern, istilah ini digunakan untuk merujuk pada Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Kepulauan Andaman dan Nikobar, Brunei, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, Kepulauan Solomon Utara, Kepulauan Selat Torres, dan pulau-pulau kecil di Samudra Hindia seperti Pulau Christmas, Kepulauan Cocos, dan Pulau Pasir. Ini termasuk pulau-pulau kecil di Samudra Hindia seperti Pulau Christmas, Kepulauan Cocos (Keeling), dan Pulau Pasir.
'Pribumi Nusantara' atau 'Pribumi Indonesia' adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang Indonesia yang nenek moyangnya berasal dari wilayah Nusantara sejak zaman prasejarah, antara abad ke-7 dan ke-13 Masehi. Istilah ini berbeda dengan orang Indonesia asing seperti orang Cina, Arab, India dan Indo-Eropa (Eurasia) yang datang ke Indonesia pada masa penjajahan, terutama pada abad ke-16 Masehi." Penggunaan istilah "pribumi" diperkenalkan setelah kemerdekaan Indonesia, menggantikan istilah kolonial Belanda "inlander".
Asal usul istilah "orang Indonesia"
Meskipun kita adalah warga negara Indonesia, tidak semua dari kita memahami latar belakang mengapa negara ini menggunakan nama "Indonesia" sebagai nama resminya. Menggali lebih dalam, sejarah penamaan negara ini dijelaskan dalam artikel 'Tentang nama Indonesia' dalam buku 'Mohammad Hatta: Politik, Nasionalisme, Ekonomi (1927-1977)' dalam artikel 'Tentang nama Indonesia'. Hal ini didokumentasikan dalam artikel "Atas nama Indonesia" dalam buku tersebut.
Nama ini diprakarsai pada masa penjajahan (dimulai pada tahun 1602 dan berlanjut hingga masa penjajahan Prancis, Inggris dan Jepang) oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang menamai wilayah ini dengan nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Istilah 'Indonesia' pertama kali muncul pada tahun 1850 dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), sebuah jurnal ilmiah yang diterbitkan setiap tahun di Singapura. Penemuan ini merupakan hasil karya dua orang Inggris, James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl.
Pada saat itu, istilah "Hindia", yang merujuk pada wilayah ini, sering tertukar dengan tempat lain. Oleh karena itu, kedua orang ini merasa perlu untuk memberikan identitas tersendiri bagi koloni Belanda tersebut. Earl mengusulkan dua nama: 'Indunesia' dan 'Malayunesia'. Earl sendiri memilih 'Malayunesia', tetapi Logan mengganti huruf 'u' dengan huruf 'o' dan memilih 'Indunesia'. Maka jadilah nama yang kita kenal sekarang: "INDONESIA".
Nama "Indonesia" juga mulai menyebar berkat penelitian etnolog Jerman, Adolf Bastian, yang menerbitkan buku "Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipels" dan "Die Volker des Ostlichen" pada tahun 1884. Penggunaan istilah "Indonesia" dimulai pada tahun 1924 saat Perhimpunan Indonesia menerbitkan sebuah surat kabar yang bernama "Indonesia Merdeka". Penggunaan ini kemudian diakui di tingkat nasional dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan akhirnya dengan Deklarasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, negara kita secara resmi bernama 'Indonesia'.
Kongres Marino dan akhir dari 'Nusantara'
Konferensi Marino tahun 1946 merupakan titik balik penting dalam sejarah penggunaan nama 'Indonesia'. Konferensi ini diselenggarakan antara Pemerintah Belanda dan para pemimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia untuk membahas masa depan wilayah ini. Pada pertemuan ini, para pemimpin Indonesia sepakat untuk secara resmi menggunakan istilah 'Indonesia' sebagai nama negara yang mereka cita-citakan.
Sebagai hasil dari kesepakatan ini, istilah 'Nusantara', yang biasa digunakan untuk menyebut wilayah ini, mulai menghilang. Sebagai gantinya, 'Indonesia' menjadi nama resmi negara yang terdiri dari ribuan pulau di antara dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Kemerdekaan dan pengakuan dunia
Pada tahun 1945, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Belanda dan secara resmi menggunakan nama 'Indonesia'. Namun, perjuangan untuk mendapatkan pengakuan internasional baru saja dimulai. Selama beberapa tahun, banyak negara tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.
Baru pada tahun 1949, yang dikenal sebagai Perjanjian Lom-Loyen, pengakuan internasional benar-benar terjadi. Dalam perjanjian ini, Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia dan menarik diri dari wilayah tersebut.
Sejak saat itu, nama 'Indonesia' telah menjadi identitas nasional yang kuat dan diakui secara luas di seluruh dunia. Negara ini telah mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan budaya, dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu negara terbesar dan paling berpengaruh di dunia.
Kesimpulan
Etimologi kata 'Indonesia' mencerminkan perjalanan panjang negara ini menuju persatuan dan kemerdekaan. Dari keragaman nama-nama lokal hingga meluasnya penggunaan kata 'nusantara', perubahan-perubahan ini mencerminkan evolusi budaya dan politik yang telah membentuk Indonesia saat ini. Nama 'Indonesia' bukan hanya sebuah kata, tetapi juga simbol persatuan bangsa yang terdiri dari ribuan pulau, kelompok etnis, dan budaya yang beragam.
Tags
Sejarah